Senin, 25 November 2013



SEJARAH PERKEMBANGAN
 KEMAH INJIL GEREJA MASEHI INDONESIA (KINGMI) DI TANAH PAPUA
Jeffri Edowai, ST.
                                                                                     
PERKEMBANGAN GEREJA KEMAH INJIL

Asal usul Kemah Injil Gereja Masehi Indonesia (KINGMI), sesuai dengan Amanat Yesus Kristus kepada murid-muridNya bahwa: ´´Kamu akan menjadi saksi-Ku mulai dari Jerusalem, Judea, Samaria sampai ke Ujung Bumi (Kisah Para Rasul 1 : 8) dan ´’Pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus (Matius 28 : 19-20).

Pdt. Dr. Albert Benjamin Simpson pendiri  Gereja Kemah Injil atau C&MA se dunia lahir di Cavendish, Prince Edward Island, Canada anak ketiga dari ke empat bersaudara dari pasangan James Simpson, Jr. dan Janet Clark Ia lahir pada tahun 1843 dari keturunan Skotlandia. Albert yang muda menghidupkan ajaran tradisi Presbyterian Calvinistic Skotlandia dan tradisi Puritan. Perubahan imannya dimulai di bawah Pdt. Henry Grattan Guiness. Seorang penginjil asal Irlandia selama masa kebangkitan kembali 1859. Simpson menghabiskan waktu di daerah Chatham, Ontario, dan diterima pada pendidikan pelatihan teologi di Toronto pada knox College, University Toronto.
          Setelah menyelesaikan studi pada tahun 1865, Simpson ditabiskan menjadi Pendeta di Gereja Presbyterian Canada, kelompok terbesar Presbyterian di Canada yang tergabung setelah keberangkatannya ke Amerika. Pada usia ke 21, Dia menerima suatu panggilan dari Gereja Presbyterian Konox, Knox dekat kota Hamilton, Ontario.
          Pada Desember 1873, pada usia 30, Simpson meninggalkan Canada dan menerima beban Altar Gereja Presbyterian yang paling besar di kota Louisville, Kentucky, Gereja Presbyterian Chestnut jalanan. Gereja ini berada di kota Louisville yang pertamanya menyusun Kotbah Injil pada orang-orang umum dengan bangunan gedung mewah berbentuk Kemah Musa yang adalah visi yang diperoleh dari Tuhan Allah. Meskipun kesuksesannya pada mimbar Gereja Presbyterian Chestnut, Simpson merasa kecewa dan sedih melihat kondisi diluar Gereja yang mewah dengan kelompok hartawan (orang-orang kaya). Tidak sedikit orang yang belum mendapat sentuhan Kasih Kristus. Mereka umumnya adalah kaum merana dan terlantar diatas kemegahan kota New York dengan sebutan gelandangan, pemabuk, perokok, pelacur dan pencandu alcohol yang sama sekali tidak pernah disentuh oleh pelayanan Injil Kristus. Ia merasa sedih; Bukankah Injil ini hanya orang yang menganggap dirinya benar dan taat ibadah serta orang-orang kaya. Maka ia keluar dari Gereja dan menjadi Pendeta bebas sebagai penginjil jalanan dan mendirikan kemah kecil-seperti kemah Musa untuk menjangkau bagi yang tak dijangkau.



Allah memberkati Simpson

          Pada tahun 1879 Simpson pindah ke New York untuk melayani Gereja Presbyterian yang lain, namun sebelum Ia menerima panggilan dari gereja tersebut, ia meminta persetujuan dari mereka seperti domba yang tersesat berkeliaran tanpa gembala, Simpson bertekad untuk memberitakan Injil Yesus Kristus, kepada mereka telah sebelum itu Allah sendiri lebih dulu menguduskan Simpson melalui suatu pengalaman rohani.
          Simpson mengalami pengutusan pada suatu malam dalam kamarnya di New York Simpson seorang yang rindu dan haus akan Allah bergumul dalam doannya, sama seperti Yakob dulu bergumul dengan Allah di tempat penyeberangan sungai Yabok Ia mengalami apa yang disebutnya pengudusan yaitu penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, sekaligus dipenuhi dengan Roh Kudusnya.
          Simpson mengajarkan bahwa hidup kudus itu berarti Kristus berdiam di dalam orang percaya, dengan iman orang percaya itu harus menyerahkan dirinya secara mutlak kepada Allah, agar Allah dapat menguduskan dan memakai dia, Simpson juga mengajarkan bahwa setiap gerahkan, pikiran, niat kerinduan bahkan seluruh diri kita hendaklah di kemudi oleh yang maha suci Allah yang berdiam dalam kita. Melalui pengalaman rohani ini Simpson melangkah maju didalam Kuasa Allah, ia merasakan Kuasa Allah dengan cara yang tidak pernah di alaminya, bagi Simpson Yesus Kristus bukan hanya sebagai penyelamat tetapi juga menjadi pengudusnya.
          Kristus yang dimiliki Simpson dasyat dan besar dalam kehidupannya sehingga pendeta muda ini, semakin terdorong untuk melakukan pekerjaan Tuhan dengan sungguh-sungguh, dan dengan senang hati ia menerima tugas-tugas baru yang dipercayakan kepadanya, tetapi rupanya dengan bertambahnya tugas dan pekerjaan ini, kesehatan Simpson juga mulai terganggu, syarafnya sering menjadi tegang dan denyut jantungnya semakin lemah, akhirnya kekuatan tubuh Simpson menurun secara drastis sehingga untuk bergerakpun ia sudah tak berdaya, seorang Dokter memberitahukan bahkan pendeta muda yang berusia 38 tahun ini, katanya sedang menunggu ajalnya, Iblis memanfaatkan keadaan yang menyedihkan itu untuk mematahkan semangatnya Simpson dan membuatnya tawar hati.

Simpson mengalami kesembuhan Ilahi

          Pada saat yang genting ini Simpson mendengar sebuah kidung yang kata-katanya berbunyi demikian, Yesus adalah Tuhan atas segala Tuhan, tidak ada seorangpun yang dapat bekerja seperti dia, kata-kata yang sederhana itu dipakai Tuhan, untuk membangkitkan semangat bertemu dengan seorang dokter, bernama Cullis yang banyak menolong orang sakit hanya melalui doa, Simpson belajar tentang kesembuhan Ilahi dari dia, pada suatu hari ketika Simpson sedang berada sendirian ditempat yang sepi, Tuhan menjamahnya, ia meresahkan didalam tubuhnya suatu perubahan dan ketika itu juga Tuhan seperti memberikannya jantung yang baru, karena jamahannya Tuhan ini ia yang tadinya dinyatakan akan mati, mererima kesembuhkan yang sempurna, kesaksian Simpson.

Simpson menjadi Penginjil lepas

          Pada tahun 1881, hanya setelah dua tahun menginjili, ia mengundurkan diri dan menjadi penginjil lepas bagi kaum miskin, merana dan terlantar di kota New York. Ia melayani kaum migran dari Indian di New York namun di tolak oleh Gereja mewah dan umum adalah orang-orang kaya halmana dicacat bahwa he resigned in order to begin an independent gospel ministry to the many new immigrants and the neglected masses of New York City. Dia melayani menjadi Pendeta jalanan, ia menjadi penginjil lepas bagi kaum gelandangan. Dengan melihat latar belakang mereka adalah orang-örang gelandangan, peminta-minta, pemabuk, pelacur yang berkeliaran dan pecandu alkohol yang sama sekali tidak pernah disentuh oleh pelayanan Injil Kristus. Ia merasa sedih dan memberitakan Injil kepada mereka dan berhasil memenangkan sekitar 100 orang. Ketika mengusulkan kepada Badan pengurus jemaat untuk diterima 100 orang Kristen baru itu sebagai anggota resmi, maka usulannya ditolak, alasan ditolak adalah bahwa orang-orang Kristen baru itu berasal dari golongan masyarakat yang rendah. A.B. Simpson benar-benar kecewa, setelah bergumul selama satu minggu, A.B. Simpson, akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Gereja Presbyterian dan menjadi penginjil lepas. Dalam waktu 8 tahun A.B. Simpson dan para anggotanya dapat membangun  dua buah gedung sederhana, ia membangun gereja dengan memakai pola pembangunan seperti yang dipakai oleh raja Salomo pada masa Perjanjian Lama yaitu serbah mewah dan megah tetapi Simpson tertarik dengan pola yang lain, yang lebih sederhana yaitu polah kemah sembahyang yang didirikan pada masa bangsa Israel di padang gurung, walaupun keadaannya serbah sederhana, namun Simpson yakin bahwa Allah tetap hadir dan berkenan ditemui, Ia akan kembali ke dunia ini setelah semua bangsa di Injili, sebab itu yang paling penting baginya ialah penginjilan bukan pembangunan ia berpendapat lebih baik dana yang ada dipakai ke pelosok-pelosok bumi atau ketempat-tempat yang terpencil dari pada membangun rumah Ibadah yang mentereng inilah dasar pemikiran Simpson mendirikan dua buah rumah Ibadah  yang disebut Kemah yang diberi nama ´´GOSPEL TABERNAKEL´´ atau Kemah Injil sebagai rumah Ibadah mereka.

Para pengunjung Kemah Injil yang pertama

          Selain orang-orang yang baru percaya, orang-orang Kristen turunan juga datang menghadiri kebaktian di Kemah Injil  New York ini, banyak diantara mereka mendengar Injil untuk pertama kali di gereja ini lalu bertobat dan menerima Kristus, ada juga orang-orang Kristen sejati juga datang untuk memperoleh berkat rohani, pada waktu itu ada suatu ajaran yakni modernism yang sedang berkembang dikalangan orang Kristen tertentu namun ketidakpuasaan terhadap ajaran ini telah menyebabkan mereka tertarik kepada ajaran yang disampaikan kepada Simpson mereka senang sekali mendengar pemberitaan Simpson tentang Injil empat berganda (Yesus sang Juru selamat, Yesus Pengudus, Yesus Penyembuh dan Yesus sang Raja yang akan datang) bahkan ada juga diantara mereka yang berminat untuk mengikuti program penginjilan keluar negeri yang dipelopor oleh Simpson sendiri, jumlah orang yang secara langsung terlibat dalam pelayanan juga mulai bertambah banyak jumlahnya.


Kegiatan-kegiatan Gereja Kemah Injil di New York

          Pelayanan Pdt. Dr. Albert Benjamin Simpson menghasilkan buah, tidak sedikit oang yang dimenangkan bagi Kristus. ia membawah masuk di dalam Gereja untuk pembinaan dan pemuridan lanjutan, tetapi tidak diterima oleh Gereja Presbyterian Chestnut. Ia melayani mereka dalam khotbah dan mengajar. Di samping itu ia menuliskan buku-buku majalah untuk menguatkan iman orang-orang gelandangan, pemabuk, perokok, pelacur, dan pencandu alcohol yang sama sekali tidak pernah disentuh oleh pelayanan Injil Kristus yang telah dimenangkannya. Dia menulis lebih dari 70 buku dari Alkitab dan kehidupan Kristen. Selain itu ia juga di lengkapi dengan beberapa ruang kelas untuk orang-orang yang rindu untuk melayani diberikan pelajaran praktis, kemudian mereka diutus keluar untuk menginjili orang-orang yang berada di penjara, rumah-rumah sakit dan mengadakan pertemuan yang beratapkan langit karena mereka ingin menanti, amanat Kristus untuk mengabarkan Injil kepada setiap orang dari berbagai suku dan bangsa, kemah injil New York ini juga dilengkapi dengan toko buku serta beberapa ruangan yang lain digunakan untuk tempat menginap bagi hambah-hambah Tuhan. Tuhan terus memberkati mereka sehingga mereka membuka cabang-cabang Kemah Injil di Amerika dan Canada ini sampai ia terdorong untuk mengembangkan pelayanan yang lebih luas lagi. Pada tahun 1991 Ia di terbitkan Majalah yang di kenal luas dengan nama The Alliance Weekly, kemudian Alliance life dan sekarang a life, adalah penerbit resmi The Christian and Missionary Alliance, di Amerika dan Canada.
          Dia juga menulis banyak syair lagu dan puisi. Dengan inspirasi kebenaran dia mendapat Ilhaman dengan memperkenalkan empat Injil berganda, “Yesus Pengudus, Yesus Penyembuh, Yesus Juru selamat dan Yesus Raja yang akan datang” yang kemudian menjadi asas Gereja Kemah Injil se dunia. Tahun 1883 dia mendirikan suatu lembaga pelatihan bagi penginjilan dalam konteks antar budaya multi-cultural context yang dimulainya pada permulaan Nyak College and Alliance Theological Seminary. Tahun 1889, Simpson dan keluarga pindah ke rumah baru. Yang kemudian menjadi Kemah New York New York Tabernacle. Tempat ini menjadi markas penginjilan Kemah Injil seperti Kemah Musa untuk memberitakan tentang kabar kebebasan kaum tertindas dalam misi Pengabaran Injil Kerajaan Allah.

Pembentukkan The Christisn and Missionary Alliance Tahun 1897

Pada tahun 1897 A.B. Simpson mendirikan dua organisasi yaitu: The Christian Alliance (Perserikatan Kristen) dan The Evangelical Missionary Alliance (Perserikatan Injil untuk persekutuan keluar negeri). Kedua organisasi ini digabung menjadi The Christian and Missionary Alliance, Simpson sama sekali tidak bermaksud untuk mendirikan gereja baru, didasarkan pada kata Alliance yang berarti perserikatan atau persekutuan bukan denominasi.
          Sekalipun Simpson tidak bertujuan untuk mendirikan gereja baru, namun orang-orang yang bertobat (petobat baru) berdatangan ke Kemah Injil New York, mereka meminta supaya mereka dilayani dengan sakramen dalam, hal ini maka Kemah Injil mulai berfungsi sebagai anggota C & MA dengan tidak mengakui organisasinya sebagai dominasi, tetapi sebagai perserikatan atau persekutuan saja, Simpson kemudian menengok teman-temannya dari berbagai denominasi untuk bekerja sama keseluruh dunia. Cita-citanya ini akhirnya tercapai karena ternyata banyak orang memiliki beban yang sama dan ikut bergabung dalam perserikatan (Alliance) yang baru ini.

R.A Jaffray hampir sama dengan Pdt. Albert Benjamin Simpson. Keduanya sama-sama keturunan Skotlandia berkebangsaan Kanada dan lahir dan dibesarkan dikeluarga Kristen Presbiterian. Keduanya mendapat penglihatan keadaan dunia orang-orang yang belum percaya. Ketika R.A. Jaffray masih muda mendengan kotbah ajakkan Misi Gereja dari A.B Simpson. Jaffray terguguh hati dan mengambil keputusan untuk melayani Tuhan di luar negeri. Setelah selesai Sekolah Alkitab. Simpson akhirnya, mempersiapkan diri sebagai utusan Injil.


Pelantikan Jaffray sebagai Pendeta dan Pentahbisan sebagai utusan Injil
          Upacara pelantikan dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 1896. Dengan kesungguhan hati Simpson menyerahkan Jaffray kepada Allah untuk pelayanan suci sebagai pendeta yang akan mengembalakan umat-Nya, agar Tuhan memakai Jaffray bukan hanya pribadi saja tetapi juga kepada bangsa-bangsa bagi Kristus.
Mulai Pelayanan di Indonesia di Zaman Hindia Belanda
          Pada awal tahun 1929 R.A. Jaffray mendatangkan beberapa Hamba Tuhan yang masih muda dari Tionghoa ke Makasar dan Kalimantan Timur. Jaffray berangkat bersama ke Indonesia. Pada tanggal 29 Juni 1929, rombongan pertama tiba di Surabaya. Setelah itu R.A.Jaffray mengadakan kontak dengan orang-orang Tionghoa yang ada di Makasar. Keesokkan harinya mereka mendapat kesempatan untuk melayani dalam kebaktian penginjilan di salah satu Gereja Tionghoa. Waktu itu ada 6 orang mengangkat tangan untuk di doakan. Itulah buah sulung dari pelayanan pertama. Pada tanggal 1 juli 1929 rombongan Jaffray berkunjung ke Batavia (Jakarta) tetapi tidak memberitakan Injil. Di tahun itu juga utusan Injil di mutasikan dari Surabaya :
1.       Pdt. Clench ditugaskan Kalimantan Timur, Balik Papan.
2.       Kel. Pdt. Bril ditugaskan di lombok
3.       Kel. Pdt. Fisk ditugaskan di Kaltim dan
4.       Pdt. R.A. Jaffray kembali ke tiongkok untuk jemput rombongan ke dua.
Pada bulan September 1930. Jaffray pindah ke Makasar. Karena kantor pusat C&MA di bangun di Jakarta. Dari tempat itulah R.A Jaffray mengembangkan pelayanan, lalu 45 tahun kemudian barulah C&MA dan Gereja Kemah Injil ikut mengambil bagian dalam pemberitaan Injil di Pulau Jawa, yang kemudian terus meluas dari Sumatera sampai ke Pulau Irian Jaya (Papua). Pada tahun 1932 Pendidikan Sekolah Alkitab Makasar (SAM) dibuka. Pada Siswa-siswa SAM bersama para C&MA mengabarkan Injil secara kelompok, tahun 1932 sehingga pembukaan pelayanan di Kalimantan, Sulawesi, lombok, dan Sumbawa Tahun 1932-1933, lalu penginjilan di NTT, tahun 1955 lalu penginjilan  di Sulawesi, dan Irian Jaya (Papua) Tahun 1938-1939.

2.       Tiga kunci Keberhasilan Pelayanan Robert Alexander Jaffray di Indonesia

          Ada tiga kunci yang diutamakan R.A. Jaffray untuk menunjang keberhasilan pelayanan, yakni :
a.         Penerbitan surat-surat yang terkenal
Yang bermutu untuk pertumbuhan iman dan hidup rohani umat Kristen :
-      Penerbitan Majalah Alkitab berbahasa Tionghoa yang terkenal dikalangan kaum diinjili.
-      Berdirinya kantor Kalam Hidup Departemen penerbitan C&MA dimulai di rumah Jaffray, buku tafsiran kitab Daniel pertama diterbitkan di Kalam Hidup.
-      Ruang lingkup pelayanan Yayasan Kalam Hidup :
Ø  Penerbitan dan penasaran buku-buku rohani
Ø  Pelaksanaan penginjilan
Ø  Khursus Alkitab tertulis terang hidup
Ø  Kios Buku di buka di Makasar tahun 1956
Ø  Operasi mata rantai (Pemberantasan buta huruf di buka pada tahun 1976)
Ø  Buka pelayanan melalui Radio mulai pada tahun 1954 dan lain-lain
b.         Pendidikan
Yakni buka Sekolah Alkitab Makasar (SAM) pada tahun 1932. Sekolah ini berfungsi sebagai sarana untuk mencapai beberapa tujuan :
Ø  Menyiapkan para pembimbing bagi orang Kristen yang baru dimenangkan di daerah baru.
Ø  Menyiapkan para penginjil yang dapat membuka tempat-tempat baru
Ø  Mengubah iman kaum awam yang ingin belajar di Sekolah Alkitab, tetapi tidak bermaksud menjadi pengerja Gereja.
Ø  Menginjili siswa/I sendiri, yakni mereka yang mengaku dirinya Kristen, tetapi sebenarnya belum mengalami kelahiran baru
          a.  Para siswa/I SAM mengabarkan Injil secara kelompok mulai pada tahun 1932. Mereka jumlah yang cukup besar yang dapat memberitakan Injil ke berbagai tempat melalui teori dan praktek mereka. Mereka belajar satu atau dua tahun kemudian praktek lagi dalam pemberitaan Injil di daerah-daerah penginjilan.
          b.  Lulusan SAM yang pertama, tahun 1937 pada tanggal 12 November, 15 orang siswa dan 2 orang siswi. Pada tahun 1985 SAM diganti Jeffray Bible College (JBC). Dengan demikian JBC di tetapkan sebagai Sekolah Tinggi untuk seluruh Gereja Kemah Injil di Indonesia.
          c.  Pada tahun 1965 C&MA menyerahkan Sekolah Tinggi Jeffray Bible College kepada Kingmi dan pada tahun 1966 Sekolah tersebut meningkat ke Yayasannya menjadi Sekolah Tinggi Teologi Jaffray (STTJ) Sampai saat ini.

b.         Membuka pusat Penginjilan
                   Pada Siswa/I SAM bersama C&MA mengabarkan Injil secara kelompok pada tahun 1932. Sehingga pembukaan pelayanan di Kalimantan Timur (Samarinda) dan Balik papan pada tahun 1929. Awal pelayanan di Kalimantan barat tahun 1933, kemudian di Bali 1931, setelah itu Penginjilan di Lombok dan Sumbawa tahun 1932-1933. Lalu penginjilan di Nusa Tenggara Timur (NTT), Tahun 1955, Lalu Penginjilan di Sulawesi 1931 dan Penginjilan di Irian Jaya, Tahun 1938-1939.

C.      PENGINJILAN DI IRIAN JAYA TAHUN 1938-1939
          1.       R.A. Jaffray meninjau Fak-Fak

Makna Logo Empat Injil berganda di Tanah Papua
Pendaftaran Hak Paten Logo KINGMI Nomor :Joo 2011 00 3566, tanggal 28 Januari 2011
Perlindungan Kementrian Hukum dan Ham RI nomor: Coo 2011 01712 tanggal 29 April 2011


YESUS KRISTUS JURUSELAMAT KITA
“Dan Keselamatan tidak ada didalam siapapun juga selain didalam Dia, sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehNya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4 : 12)
Kita percaya bahwa Yesus Kristus telah mati untuk dosa-dosa kita sesuai dengan bunyi Kitab Suci. Kita ditebus dengan darahNya yang mulia itu, dibenarkan oleh kematian dan kebangkitanNya, dibenarkan di dalam kebenaranNya dan diterima di dalam namaNya.
 
     1
  SALIB












 


















































 















                 
PULAU PAPUA
Pulau Papua adalah Pusat Pelayanan Sinode Kemah Injil Gereja Masehi di singkat KINGMI di Tanah Papua guna menunjang dalam pelayanan dan pemberitaan Injil bagi umat yang belum terjangkau Injil Yesus Kristus di Tanah Papua.

 










Gambar 9.
Makna logo empat berganda dan wilayah pelayanan di Tanah Papua


                   Pada tahun 1938 R.A. Jaffray berangkat dari Makasar untuk melihat dari dekat keadaan di New Guinea Pulau nomor 2 besarnya di dunia. Pulau ini juga termasuk dalam kawasan VISI A.B. Simpson, sejak Tahun 1887. Jaffray berdoa lebih dahulu agar Tuhan memimpin kepada yang dapat menolongnya. Kemudian ia tiba di Fak-Fak dan langsung bertemu dengan Dr.W.Cator, Asisten Residen Belanda, yang baru kembali dari perjalanan selama 3 bulan, yang dapat meninjau keadaan pedalaman Irian Jaya, dan memberitahukan tentang suku-suku yang tinggal di pedalaman kepadanya :
a.       Mereka sekalipun tidak mendapat pendidikan formal, namun memiliki daya piker yang tidak kalah dari suku-suku lain.
b.       Mereka memakai alat-alat dari batu, yang identik dengan manusia neolitik (zaman prasejarah) mereka disebut manusia zaman batu.
c.       Ada unsur-unsur yang menarik dalam kebudayaan suku-suku di pedalaman ini, namun sayangnya ada yang tidak menguntungkan bagi mereka, seperti sering terjadi perang antar suku dan banyak yang gugur dalam perang tersebut. Selain ini, ia memberi motivasi kepada R.A. Jaffray untuk memenangkan orang-orang Irian Jaya bagi Yesus Kristus. dengan adanya dukungan yang kuat ini, Jaffray mengutus dua orang penginjil perintis C&MA, yakni W.M.Post dan Rusell Deibler ke daerah pedalaman Irian Jaya.

Kali Uta (Muara kali Yawei)

                   Dua perintis kawakan, W.M Post dan Russel Deibler, yang telah merintis Pekerjaan Tuhan di Kalimantan, sedang bersiap-siap untuk memulai pelayanan di New Guinea. Pada akhir tahun 1938 kedua utusan C&MA, ini berangkat dari Makasar menuju Pulau New Guinea karena terdorong oleh keyakinan bahwa kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali dapat dipercepat dengan memberitakan Injil diseluruh dunia hingga hal itu menjadi kesaksian bagi semua bangsa (Mat.24 : 14). Mereka berharap suku-suku di pulau New Guinea yang belum mendengar Injil ini, dapat mendengarnya sebelum Yesus datang untuk kedua kalinya de dunia.

Gambar 11.
W.P.Post, Mouw, Meltzer and Mickelson

Setibahnya di kali Uta yang terletak di pantai selatan New Guinea ini Deibler dan Post mereka dua merasa kecewa karena jumlah pemikul barang yang menyertai mereka dalam perjalanan tidak cukup orang pada hal segala sesuatu harus dipikul. Mereka juga membutuhkan paling sedikit 3 pasang sepatu yang kuat untuk mendaki gunung-gunung batu yang sangat sulit untuk didaki. Sementara itu di Uta tidak ada yang menjual sepatu  yang ukurannya cocok untuk kaki post. Akhirnya mereka memutuskan agar Post mau tidak mau harus kembali ke Makasar, sedangkan Deibler bergabung dengan rombongan pemerintah setempat yang terdiri atas beberapa orang ilmuwan dan polisi, menembus hutan-hutan tropis dan mendaki gunung-gunung batu yang penuh dengan bahaya. 


2.       Deibler ketemu dengan kepala suku Mee Nikayaitawi Yine di Mouwauto.
           
Nubuatan Nikaiyaitawi Yine




Gambar 12.
Pdt. Rusel Deibler Penginjil Pertama di Papua
           

                   Dikampung Mouwauto Distrik Kapiraya  Kab. Deiyai (sekarang), seorang tokoh atau kepala suku Mee yang bernama Nikayaitawi Yine yang mengukir sejarah kedatangan para Missionaris, Ia mendapat visi (penglihatan) bahwa suatu saat akan datang “Tibikapai” (orang berkulit putih). Dalam penglihatannya; “Serombongan besar orang datang kepadanya dengan membawah senjata, sebuah gulungan kitab dan barang-barang lainnya, orang-orang tadi mendekatinya lalu ia menerima menerima mereka dengan baik.” Tetapi penglihatannya dalam alam roh. Ia terispirasi oleh penglihatan sehingga pergi menceritakannya kepada seluruh masyarakat yang ada di Mouwauto dan berpesan bahwa suatu kelak rombongan orang kulit putih (Tibikapai) akan datang membawa berita gembira, yaitu gulungan kitab dan senjata. Isi dari pada kitab itu adalah TOTA MANA “artinya Kabar kekal yang sejak lama ada”. Nikayaitawi Yine juga kembali meyakinkan seluruh masyarakat yang ada di Mouwauto bahwa rombongan Tibikapai (Orang kulit putih) ini pasti akan datang, mari kita mempersiapkan diri, keluarga, lingkungan dan semua kebutuhan material untuk menyambut kedatangan rombongan Tibikapai yang akan membawa berita sukacita ini.
                Nikayaitawi Yine meyakinkan bahwa cepat atau lambatnya hal itu pasti akan terjadi. Ia mengajak kepada masyarakat Mouwauto untuk sama-sama bekerja keras menyambut kedatangan orang berkulit putih itu dengan meluruskan jalan yang bengkok, menyiapkan makan, minum, tempat untuk berteduh serta menyediakan tempat mandi yang baik bagi mereka. Menurut dia, kalau tidak menyediaka demikian maka mereka akan melalui dari kita.

Persiapan penataan lingkungan

                   Sebuah visi (penglihatan/nubuatan) dari Nikayaitawi Yine memberikan kepastian bahwa apa yang telah disaksikannya pasti akan terjadi sehingga dituntut oleh dorongan kepastian dari dalam batin untuk bertindak mempersiapkan diri maupun masyarakat di kampong Mouwauto. Oleh dorongan roh sprit yang sedang meluap dari dalam dirinya tidak dapat dibendung oleh Nikayaitawi Yine, sehingga penataan lingkungan segera dilakukan olehnya ketika ia menetap di Mouwauto. Untuk mempersiapkan kedatangan para Missionaris, Nikayaitawi Yine melakukan beberapa kegiatan, antara lain :
Ø  Pemagaran lingkungan
Ø  Pembersihan lingkungan Perumahan masyarakat
Ø  Perkebunan
Ø  Pemeliharaan ternak
Ø  Pembuatan tempat WC
Ø  Pesta bersama atau makan bersama
Ø  Dll.

Nikayaitawi dan Masyarakat Mouwauto menerima Para Missi

          Sungguhpun impian masih dapat diragukan karena tidak mungkin sebuah impian terjadi apalagi cerita dongen atau mitos. Namun Tuhan sanggup melakukan yang dianggap manusia mitos atau sebuah impian belaka menjadi suatu kenyataan. Tidak pernah gagal rencana Tuhan bagi penyelamatan manusia yang adalah permata dan mutiara hitam yang ada di tanah Papua. Jika Tuhan mau musuh akan dihalau, kemustahilan akan dihalau, kebimbangan akan dihalau, hidup tanpa harapan yang pasti akan dihalau, kebinasaan akan dihalau, dari manusia yang adalah jantung hatinya; terjadilah rencana Tuhan yang tidak mustahil bagi manusia. Kedasyatan Tuhan dinyatakan melalui wahyu Tuhan yang sebelumnya impian belaka dan mustahil adanya oleh dugaan manusia yang sangat sempit ini, namun menjadi kenyataan yang dinyatakan melalui kehadiran para Missi yang dinyatakan Tuhan kepada Nikayaitawi Yine sebelumnya.
          Namun sebelum kehadiran para rombongan Tibikapai (Missi) untuk menyambut mereka pagi-pagi benar ia membagikan tugasnya masing-masing kepada masyarakat Mouwauto. Tugasnya antara lain: Tokoyaitawi Yine kak dari Nikayaitawi Yine diutus dengan pesan bahwa engkau pergi menjemput rombongan duta Kristus (Tibikapai) yang kita nantikan itu dan dalam perjalanan menuju kesana sambil berburu hasil buruannya akan mendapatkan 5 ekor kus-kus yaitu; gede woda 3 ekor dan aya woda 2 ekor kuskus yang paling besar. Benarlah apa yang disampaikan oleh Nikayaitawi Yene kepada kakaknya, ia ia menangkap 5 ekor kus-kus hasil buruan tersebut dan bertemu dengan rombongan duta Kristus (Tibikapai). Tokoyaitawi Yine membawa rombongan Tibikapai serta hasil buruannya ke kampong Mouwauto kepada Nikayaitawi Yine.
          Disamping itu Tokoyaitawi Yine yang mendapatkan tugas dari Nikayaitawi Yine bahwa; sebelum jam 09.00, menyiapkan makan, minum, kayu bakar, sayur-sayuran srta daging-dagingan. Usai melaksanakan tugasnya sebelum jam yang ditetapkan mereka, masyarakat Mouwauto dibawah pimpinan Nikayaitawi Yine berjejer di pohon besar yang telah menumbangkan mereka. Jam 09.00 adalah hari yang mereka tunggu-tunggu oleh masyarakat Mouwauto. Sementara mata masyarakat dibawah pimpinan Nikayaitawi Yine menghadap kesana, tampaklah sebuah impian menjadi suatu kenyataan. Para rombongan Tibikapai (Missi) menginjakkan kakinya di ujung pohon besar, sehingga bagian ujung dimana ada masyarakat langsung terangkat keatas. Tidak lain para rombongan telah menginjakkan kakinya diatas pohon besar yang telah ditumbangkan oleh mereka. Masyarakat Mouwauto dibawah pimpinan Nikayaitawi Yine bertatap muka dengan rombongan para du Kristus (Tibikapai) yang sudah lama dinantikan oleh mereka secara matang.
          Setelah para Missi Kristus bertatap muka dengan masyarakat di kampung Mouwauto yang siaga satu menantikan kehadiran Tibikapai, Nikayaitawi Yine berkata kepada Masyarakat bahwa; “Keike yamo Tibikapai kede Totamana kodo niyadokiyake meteutoma bagepa woo yawudi woo yawegai taine kodo mete, idea yatoko aniya kiwegaiga kou. Kouko idima bage utoma bagepa tota mana kodo”, artinya; “Mereka ini adalah rombongan Tibikapai yang kita sedang nantikannya, mereka membawa kabar kekal (selamat) untuk menyampaikan kepada semua orang, kabar yang telah saya sampaikan sebelumnya dan kabar itu sudah ada di dalam semua orang”. Maksudnya bahwa sepuluh hukum lisan yang sudah berlaku serta mendarah daging didalam masyarakat suku Mee sebelum kedatangan para Missi yang datang memperbaharui dengan hukum tertulis yang dibawah oleh para rombongan Tibikapai (Missi) disambut masyarakat dengan dansa yang paling meriah (wiyani, waita, ama gapa mito, dll).

Para Missionaris Tiga malam bersama Nikayaitawi Yine

          Walaupun menyiapkan diri dalam menyambut para Missi, keraguan adalah kelemahan daging yang melekat pada setiap orang tanpa pandang bulu, status dan kedudukan sehingga keraguan yang menggema di dalam masyarakat Mouwauto selama ini, telah dihapuskan oleh kehadiran para Missi yang telah lama di tunggu oleh masyarakat Mouwauto.
          Nikayaitawi Yine mengumpulkan masyarakat yang ada sekitar kampung Mouwauto untuk mengadakan pesta bakar batu yang meriah. Hal itu seperti yang terjadi “Pada pentahbisan tembok Yerusalem orang-orang Lewi dipanggil dari segala tempat mereka dan dibawah ke Yerusalem untuk mengadakan pentahbisan yang meriah dengan ucapan syukur dan kidung, dengan ceracap, gambus dan kecapi” (Nehemia 12 : 27). Inilah harinya dimana Tuhan hadir untuk membebaskan manusia Papua yang telah lama dibelenggu oleh kuasa dosa, sebagai ucapan syukur kepada UGATAME artinya “Pencipta” atas kebebasan yang akan nikmati oleh masyarakat Mouwauto khususnya dan orang Papua (suku bangsa Papua barat) pada umumnya, ia memotong babi pilihan yang telah lama dipelihara yang namanya Tibikapai, mengambil tebu pilihan Teto lalu mereka disuap karena mereka pikir anak kecil yang baru lahir dilihat dari kulit putinya serta keladi muni nomo yang sudah lama ditanam yang ada dibawah penjagaan dan pemeliharaan yang ketat.
          Selama tiga hari tiga malam lamanya rombongan para Missi (Tibikapai) dibawah pimpinan Nikayaitawi Yine tinggal bersama-sama dengan masyarakat Mouwauto. Pada hari yang ketiga sebelum mereka berpisah, keponakan dari Nikayaitawi Yine Woteyauwode Yupi yang sedang memelihara babi yang namanya Meidepai, tidak kalah penting dengan makna babi pilihan Tibikapai yang dipelihara Nikayaitawi Yine yaitu Simbol dari pada para Utusan Tuhan (para misi) jadi arti yang sesungguhnya ialah bahwa “mencintai manusia”, artinya yang sesungguhnya adalah “Missi  (Tuhan) yang datang karena sangat mencintai manusia” sehingga mereka memotong dengan para rombongan Missi tersebut. Setelah tiga hari kemudian bersama-sama dengan masyarakat Mouwauto, para rombongan Missi tidak bertahan disitu, mereka melanjutkan perjalanannya. Masyarakat Mouwauto mengantar para Missi ke perkampungan berikutnya Idego, namun sebelum menarik kaki dari kampung Mouwauto, mereka mengangkat lagu yang mengatakan “Woo yawegai woo yawudi Tota mana kou utoma bagepa idima bagepa yawegainooaa” artinya; “Menyampaikan berita kekal ke timur ke barat, ke selatan dan ke utara kepada sekalian bangsa”.

Missionaris di Kampung Idego

          Setiap Missionaris yang disinggahi oleh para Missi Kristus tidak terjadi secara ketiba-tibaan karena memiliki harapan-harapan masa depan yang lebih baik dari sebelumnya yang telah diturunkan oleh leluhur kepada anak cucunya. Leluhur dari setiap perkampungan yang ada dibagian selatan Paniai Papua menceritakan kepada anak cucu bahwa suatu saat akan datang seorang yang berkulit putih warnanya seperti bayi baru dilahirkan. Kedatangan para Missi di kampung Idego tidak terjadi secara ketiba-tibaan tetapi sama halnya dengan kampung Mouwauto sebelumnya. Tuhan memakai beberapa orang untuk menyatakan wahyu Tuhan supaya masyarakatnya mempersiapkan diri untuk menyambut para Missi.
          Sementara seorang anak yang bernama Meenamaga Pinibo berjalan-jalan  di dusun Uwoweta, ia bertemu dengan serombongan orang berkulit putih sama seperti kulit bayi yang baru dilahirkannya tetapi berbadan tinggi sampai ke langit. Ia ketakutan melihat rombongan para Missi sehingga melarikan diri kerumah, ia langsung memberitahukan kapada orang tua. Mendengar hal itu kedua kepala suku yaitu; Oketeuwode Pinibo dan Wotiwode Badokapa berlari menjemput serombongan sorang berkulit putih berbadan besar sampai ke langit ini. Sekitar jam 09.00 di kampung Idego. Kedua kepala suku mengutus lebih dahulu seorang anak Meenamaga Pinibo kepada masyarakat Idego dengan pesan untuk menyiapkan makan, minum dan tempat untuk para missi. Masyarakat Idego mengalas tempat duduk bagi mereka dengan daun pisang yang dikeringkan atas api. Hal itu seperti yang terjadi ketika Tuhan Yesus memasuki kota Yerusalem yang terdapat dalam kitab Matius 21 : 6-11, “mereka membawa keledai betina itu bersama anaknya, lalu mengalsnya dengan pakaian mereka dan Yesuspun naik diatasnya, lalu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan dan menyebarkannya daun-daun di jalan…” Maksud yang pertama karena mereka (Missi) yang datang adalah sunggupun berbadan besar tetapi berkulit putih seperti seorang bayi yang baru dilahirkan, takut kalau kena benda tajam kulit mereka sobek. Maksud yang kedua karena apa yang sudah lama dinantikan oleh masyarakat Idego sudah menjadi suatu kenyataan.
          Saat kontak pertama terjadi antara serombongan Missi dan kedua kepala suku tanpa ragu-ragu keduanya langsung bereaksi berkata kepada para missi sambil memberikan jari telunjuk sebagai salam senyum yang manis bahwa; “Koyaa mei kayaa  akadoo”  artinya “selamat datang selamat ketemu” sementara dari pihak para Missi berkata; “Mai muka-muka, maki muka-muka koyaa akadoo” artinya; “Damailah di bumi damailah disini selamat datang”. Kemudian anak Menamagaa diutus oleh kedua kepala suku masyarakat Idego untuk menyiapkan diri, makan, minum, serta tempat bagi para Missi, kedua kepala suku membawa para rombongan sambil berteriak; “Iniiya edouto-edouto tete kedeke meegaikaa ega yameeowa pato mee pegemai, bugida topaina wodapa ubaate topainaa, uti-piya tete bageena yaikiyakee egaa meyake tae” artinya; “mereka (missi) telah kita nantikan telah datang semua masyarakat yang ada di hutan berburu, cari kayu, sedang bekerja maupun berkebun segera kerumah pertemuan (rumah laki-laki) untuk menyambutnya”. Setelah itu mereka dikelilingi oleh masyarakat sambil melayangkan tangan kepada para Missi dan berkata; “Aee-aee, koya mei. Aee-aee mei animaki” artinya; “nak-nak selamat datang, nak-nak mari duduk”, sambil memberikan salam kepada para Missi, setelah itu kepala suku memerintahkan untuk berdansa (yuu waita) sementara membawah datang bahan makanan, minuman, daun, sayuran, daging seperti Yaa (babi hutang), budaa (Kasuari), Woda (kus-kus) dan ekina (babi piarahan) yang telah disediakan sebelumnya. Sementara ubi, keladi dan tebu semuanya di cabut dan dibawah langsung oleh masyarakat dalam keadaan utuh tanpa melepaskan daun atau akar dari batangnya. Hasil bawahan dari masyarakat melakukan bakar batu. Saat masyarakat memberikan tebu kepada orang kulit putih sambil berkata; “Aee-aee toto nai-nai” artinya; “nak-nak ini tebu isap ini” ketika masyarakat memberikan keladi kepada orang kulit putih dan berkata; “Aee-aee momo nai-nai” artinya; “nak-nak makan keladi” sama hal juga diatas ketika menawarkan daging (mugee), selanjutnya memberikan air (wouwo) kata-kata diatas ini berlaku bagi anak-anak ketika orang tua menyuapkan kepada anak kesayangannya untuk dimakan dan di minum karena mereka (masyarakat pikir para Missi/ orang kulit putih adalah anak yang baru dilahirkan).
          Setelah lima hari kemudian bersama masyarakat Idego di dusun Uwoweta samping kali Tepei terjadi perdebatan antara para Missi dan masyarakat disitu untuk membangun rumah namun masyarakat tidak mengijinkan. Salah satu pengantar rombongan Missi bernama Mutapuu yaitu suku kamoro ia melawan masyarakat akhirnya ia terpotong dilutut sebelah kanan sehingga ia meninggal dan dikuburkan.
          Para Missi berkata kepada masyarakat bahwa; “Ditempat ini ada sebuah pohon yang akan tumbuh menjadi besar, saat pohon menjadi tua, kami dan anak-anak cucu kami dan kamu dan anak-anak cucu kamu akan kami ketemu di tempat ini lagi”. Masyarakat Idego merespon bahwa; “Kiko maakidi nitege kiyokaa akiya ini niubaitage. Inike tota bagee dana tota manakou ipuwee begee keyokaa” artinya; “Itu benar akan terjadi, jadi kamu akan mencari kami. Kami orang disini dan kami ini pemilik Sepuluh Hukum”. Kata-kata ini menjadi sebuah nubuatan sehingga sampai saat ini berdiri sebuah Gedung gereja Kingmi Jemaat Moria Idego. Sebelum tiga hari para duta Kristus melanjutkan perjalanannya, kepala suku memerintahkan kepada masyarakat Idego bahwa lusa mereka akan melanjutkan perjalanannya, untuk itu besok hari semua masyarakat menyiapkan ubi, keladi, tebu, sayura, babi hutan maupun piarahan, kasuari, kus-kus, serta batu, kayu bakar, daun-daunan untuk mengadakan pesta perpisahan yang sangat meriah. Besoknya masyarakat Idego melakukan acara bakar batu sebagai acara perpisahan antara rombongan Missi dan masyarakat serta bekal dalam perjalanan bagi para Missi.
          Setelah acara bakar batu sebagai perpisahan kepala suku berdiri dan berkata kepada para Missi bahwa; “koya Tota mana, Tota Iyee wadoo kuuga wooyawegai” artinya; “Selamat memberitakan kabar yang sudah ada (kabar kekal) di atas dasar yang sudah diletakkan sebelumnya” selanjutnya kepala suku menyampaikan kepada masyarakat Idego bahwa; “Aweetako yakaimake Epeiyako, koudamake Kokobaiya goo eediyawigoutage wouweeWeeyakebo mote pa Yaba ebuketaitagika” artinya; “Besok dari sini mengantar mereka ke Epeiyako, selanjutnya ke Kokobaya, menyeberangkan jembatan Kokobaya sampai kepada Weyakebo Mote di Yaba”. Besok paginya kepala suku mengumpulkan masyarakat Idego, siap mengantar rombongan Missi tersebut sehingga masyarakat Idego mengantar dengan baik ke kampung berikutnya yaitu kampung Epeiyako.


Missionaris di Kampung Epeiyako
         
          Sungguhpun para utusan Kristus telah sampai kepada masyarakat dari kampung pertama yaitu Mouwauto dan kampung kedua Idego, namun Roh Kudus yang memimpin Missi ini tidak mengijinkan tinggal menetap disana karena banyak masyarakat yang perlu diselamatkan juga ada di lembah Paniai lebih khusus dan di Papua pada umumnya.
          Di Epeiyako, para Missi C&MA di sambut baik oleh masyarakat dibawah pimpinan Kepala suku Eka Koto dan Wateteikawi Pinibo, karena masyarakat kampung Epeiyako (Klasis Wagamo) juga telah disiapkan hatinya bagi Injil Kristus oleh Nabi Tradisional yang telah disiapkan Tuhan sendiri dalam kemahakuasaanNya. Eka Koto Pinibo dan Wateteikawi Pinibo menyambut mereka dan membawa mereka ketempat tinggal yang disebut Emaa Owaa (Rumah laki-laki). Masyarakat Epeiyako menghidangkan makanan dan minuman yang telah disiapkan. Sesudah mereka istirahat bersama dengan masyarakat Epeiyako kedua kepala suku tadi berkata kepada para Missi C&MA bahwa; “Aniki tou mega-mega Akiki mei mega-mega”, artinya; “saya orang pribumi disini dan kamu orang pendatang yang baru datang disini”. Maksud yang sebenarnya “saya adalah orang sedang menanti-nantikan kabar damai, sedangkan kamu adalah pembawa kabar damai yang membawa bagi kami untuk keselamatan kami”. Sementara ditangan Missi C&MA dibawah sebuah tongkat, ia menanamkan tongkat tersebut dihalaman laki-laki, sambil berkata kepada seluruh masyarakat bahwa; “apa yang telah saya tanam ini tidak boleh dicabut, suatu kelak ditempat ini kita akan membangun Rumah Tuhan”. Ketika kita menganalisa apa yang disampaikan/ dilakukan oleh Utusan Injil (Pdt. R. Deibler) bahwa; kampung yang mereka singgahi mereka telah berdiri Rumah Tuhan (Gereja). Setelah Utusan Injil menyampaikan kata-kata nubuat, sahut kedua kepala suku kepada para Missi C&MA bahwa; “Kou yakai nitegai kouko makodo manaa koyoka, kigeena wageena uwouye bagee-makiye bagee, waikaato bagee-wakaato bagee daana waato bagee-yamaato bagee, yakai ineepa too meyake taitai koyokaa. Kouko yakaiko Tota mana kou puduu teetaida koyokaa, kou Tota mana kodo ubateidakaa meitaikaa nii edoutou”, artinya; “Apa yang disampaikan oleh Missi ini benar, suatu saat orang-orang dari penjuru dunia yaitu dari timur, barat, utara selatan akan berdatangan disini untuk mencari kabar baik (selamat), karena kabar baik sudah ada sejak lama disini”.
          Masyarakat Epeiyako menerima dengan gembira atas kedatangan Missi. Mereka menghidangkan makan, minum dan menyediakan tempat untuk menghilangkan lelah selama beberapa jam di Epeiyako. Para Utusan Injil tidak bermalam di kampung Epeiyako, setelah beberapa jam singgah disitu, para utusan Injil melanjutkan perjalanannya, mereka di antar oleh masyarakat Epeiyako dibawah pimpinan kepala suku yang ada di kampung Idego dan Epeiyako ke kampung Kokobaya.

Missionaris di Kampung Kokobaya
         
          Setiap perkampungan di bagian selatan Papua tepatnya wilayah Gereja KINGMI Klasis Wagamo (sekarang) yang disinggahi oleh para Missi memiliki keunikannya masing-masing. Tetapi pada hakekatnya sebelum kedatangan Tibikapai di lembaran hidup suku Mee tidak terjadi secara ketiba-tibaan, karena sebelumnya Ugatame (pencipta) berbicara kepada manusia tertentu yang berada di sana. Sebagaimana biasa di kampung sebelumnya, rombongan Missi tiba di kampung Kokobaya. Yang di terima rombongan Missi di kampung Kokobaya ialah kepala suku Ibopaade Pakage. Masyarakat kampung Kokobaya mendengar bahwa orang yang mereka nanti-nantikannya sampai di kampung Epeiyako, kepala suku menggerahkan masyarakatnya untuk menyediakan kesiapan-kesiapan menyambut orang yang jauh bedah dengan mereka itu. Saat mereka tiba dikampung Kokobaya, masyarakat sedang memperbaiki jembatan gantung yang dibuat dengan tali rotan hanya 20%. Setelah mereka membangun sarana/ akses jembatan gantung dengan tali rotan, maka kepala suku memerintahkan kepada masyarakat Kokobaya (wagaamo) untuk menyiapkan makan, minum dan tempat untuk berteduh. Sungguhpun sangat jauh bedah dalam hal kulit putihnya, tinggi badan dan bahasanya tetapi masyarakat meyakini bahwa mereka inilah yang kita nati-nantikan selama ini.
          Para rombongan Missi C&MA bersama masyarakat selama satu minggu di Kokobaya. Sementara itu masyarakat memperbaiki jembatan gantung Sungai Yawei yang keluar dari danau paniai yang memanjang dari utara ke selatan Paniai yang akan digunakan oleh Missi serta masyarakat setempat. Setelah satu minggu, besoknya para Missi akan melanjutkan perjalanan, masyarakat menyiapkan bekal dalam perjalanan mereka. Disamping itu kepala suku memberikan babi miliknya kepada rombongan Deibler supaya babi itu dihidangkan dalam perjalanan yang panjang ini.
          Besoknya masyarakat Kokobaya (wagamo Klasis pintu masuk Injil, sekarang) mengantar para rombongan itu kepada Weyakebo Mote di kampung Yaba.

Missionaris di Kampung Yaba

          Sepanjang perjalanan Para Missi mulai dari Papua Selatan tepatnya Uta sampai Yaba dari wilayah pelayanan Klasis Wagamo (Klasis pintu masuk Injil) Koordinator Deiyai Kab. Deiyai (sekarang). Tidak terjadi secara ketiba-tibaan, karena Roh Tuhan sudah berbicara kepada mereka untuk mempersiapkan kedatangan para rombongan yang akan melewati melalui kampung halaman mereka.
          Weyakebo Mote adalah anak dari Yemaiyawi Mote. Weyakebo Mote saat muda, tinggal di Waghete pinggir danau tigi. Sesudah umurnya menginjak tua, ia pindah ke kampung Yaba. Yemaiyawi Mote ayah dari Weyakebo Mote menjadikan tiap hari ketujuh dari seminggu menjadikan hari kudus bagi Ugatame (pencipta) yang ada di atas langit, sehingga Ibadahnya mereka berdoa katanya; “Kokee wado, Yeegee nakamee yee, agiyo naimai, tonawi naawi, Mee iyoo naimai, Ani peu keega ka ipa nayaikai” artinya; “Tuhan yang berada diatas langit, Bapa yang kudus (mulia), berikanlah kami kekayaan, membuat kami kaya, mengampuni kesalahan kami, beri kami keturunan”. Kata-kata di atas ini diungkapkan oleh masyarakat Yaba dalam peribadatan yang dilakukan di bawah pimpinan Emaiyawi Mote.
          Pengaruhnya Emaiyawi Mote menata masyarakat Yaba baik dalam peribadatan yang dilakukan sebagai rutinitas dalam semingga maupun ketertibaan masyarakat yaitu. Tota mana yaitu sepuluh hukum yang sudah lama berlaku. Pengaruh Emaiyawi juga memberikan kontribusi bagi Injil Kristus serta penataan hidup masyarakat yang takut akan Tuhan pencipta (Ugatame) serta menjalankan norma yang berlaku dalam masyarakat suku Mee pada umumnya dan masyarakat kampung Yaba pada khususnya menuai hasilnya, anaknya Weyakebo Mote menjadi orang pengaruh di kemudian hari. Disamping itu mereka menuai kekayaan sesuai permintaan mereka kepada Tuhan (Ugatame).
          Weyakebo adalah juga orang yang pengaruh ddi kampung Yaba. Sebagaimana biasa seorang yang pengaruh (kepala suku) memiliki kekayaan, isteri serta hamba-hamba untuk membantu orang yang pengaruh tersebut. Masalah besar maupun kecil sekalipun dibawah masyarakat kepada kepala suku untuk dapat menyelesaikannya.
          suatu saat rombongan kulit putih (Missi) diantar oleh masyarakat kampung Kokobaya (wagaamo) kepada masyarakat Yaba. Masyarakat Yaba dibawah pimpinan Weyakebo Mote menerima mereka, tetapi keraguan juga meruapakan karateristik yang melekat pada manusia yang hidup sehingga masyarakat Yaba meragukan orang-orang tersebut. Karena manusia lain dari pada apa yang mereka saksikan, masyarakat menafsirkannya masing-masing. Dan tidaklah salah karena apa yang mereka saksikan adalah sesuatu baru yang belum pernah saksikan sebelumnya yaitu orang yang berkulit putih, berambut panjang dan berbadan tinggi seperti Yimiyo (Suanggi), Madouyoka (penunggu air), atau Teege (iblis) dsb. Jika kita tinggalkan mereka maka kita akan dipunahkan mereka sehingga kita bunuh mereka sebelum mereka membunuh kita. Sementara masyarakat mengambil panah, tombak dan alat tajam lainnya, namun demikian masyarakat Yaba ditenangkan oleh kepala suku Weyakebo Mote.
          Sebagai seorang kepala suku akan diuji dalam sebuah masalah yang dihadapi dalam masyarakat dikampung yang dipimpinnya. Untuk membuktikan kebenarannya atas dugaan-dugaan yang dikembangkan masyarakat Yaba yang pada hakekatnya membunuh para Missi, Weyakebo Mote menyediakan anak manusia yaitu Marta Mote anaknya serta seekor anak babi. Kepala Suku berkata kepada masyarakat bahwa kalau mereka (Missi) menerima dan makan anak manusia, maka mereka ini setan yang mereka dugaan, tetapi mereka menerima dan makan anak babi mereka juga manusia seperti kita. Kepala suku Weyakebo Mote memberikan keduanya kepada orang kulit putih tadi, orang kulit putih menerima kedua-duanya mereka mengambil anak manusia dan mengisyaratkan mengeluarkan susu supaya memberikan susu kepada anak tersebut, selanjutnya memberikan anak manusia itu kepada seorang perempuan untuk memberikan susu. Sedangkan anak babinya mengambil dan mengisyaratkan kepada kepala suku serta masyarakat Yaba untuk memotong untuk menghidangkannya.
          Sebelum kepala suku menguji para Missi, ia memberitahukan bahwa mereka juga manusia sama seperti kita memiliki mata, telingah dsb. Selesai masyarakat menguji dan membuktikan bahwa Missi juga manusia sama seperti mereka sendiri, Missi Deibler mengeluarkan apa yang ia isi yaitu; manik-manik, pisau, korek, silet, pakaian dll. Semuanya menyerahkan kepada Weyakebo Mote selaku kepala suku dan menerimanya. Setelah menerima semuanya itu Missi meminta kepada kepala suku supaya membangun pondok untuknya disitu, ia membangun sebuah pondok bagi para Missi. Sampai hari berdiri sebuah Gereja Khatolik disitu. Para rombongan Missi dua malam bersama kepala suku Weyakebo Mote di Yaba. Selanjutnya masyarakat Yaba dibawah pimpinan kepala suku mengantar rombongan Missi ke Enaago (Enarotali) kepada Uwatawogi Yogi.





Missionaris di Kampung Enaagotadi pada tanggal 13 Januari 1939. (Kab. Paniai sekarang)

          Missi C&MA sesudah bersama dengan Weyakebo Mote di Yaba selama dua malam, mereka siap melanjutkan perjalanan selanjutnya, akhirnya kepala suku Weyakebo Mote mengantar mereka ke tempat tujuannya, yaitu Enaagotadi, mereka mengikuti kali Yawei samapai Udateida dan mereka memasuki daerah Pugodide rombongan penginjil ini tiba di budei (kugoowaapa), disitu mereka menginap tiga hari tiga malam. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke pugomoma dan mereka bermalam disitu dan besok paginya mereka melanjutkan perjalanan dan tiba di Weyadide melalui Ekaugi. Setelah itu mereka kembali ke bagian barat yaitu di Madi. Dari Madi mereka (Missi) melanjutkan perjalanan di bagian barat sampai mereka tiba di kampung Awabutu, disitu mereka bertemu dengan Idaanatowogi Yogi, ia sedang bekerja di pekarangan rumah, lalu mereka berhadapan satu sama lain, sebagai komunikasinya menggunakan bahasa isyarat. Idanatowogi Yogi langsung mengambil tebu untuk menyaksikan cara mengisapnya karena ia menduga bahwa mereka adalah bayi yang berbadan besar, ternyata cara mengisap tebu, makan dan minum sama dengan kita (orang dewasa), berarti bahwa mereka juga manusia sama seperti kita. Setelah itu seluruh masyarakat Awabutu menerima mereka (Missi) dengan hati yang terbuka. Sesudah itu bapak Idanatowogi Yogi memanggil kepala suku Enagootadi Uwatauwogi Yogi, ia menyerahkan tanah kepada Missi C&MA untuk membangun rumah disitu. Sesudah Misi C&MA tiba di Awabutu Enagotadi.

Jadi selama perjalanan Missionaris dari Uta sampai Enarotali selama 18 hari antara lain :
a.    Dari Uta ke Mouwauto 1 hari
b.    Bermalam di Mouwauto 3 hari 3 malam
c.    Bermalam di Idego 3 hari 3 malam
d.    Bermalam di Kokobaiya 7 hari 7 malam
e.    Bermalam di Yaba 2 hari 2 malam
f.     Bermalam di Budei 3 hari 3 malam

3.       Deibler tiba di Danau-danau Wissel tahun 1939
         
          Begitu tiba di Enaagotadi (Paniai) pada tanggal 13 Januari 1939 Ia (Deibler) melihat keindahan alamnya sehingga Deibler semangat. keadaan daerah itu sungguh memberi harapan, iklimnya sangat baik karena letaknya 1.800 m diatas permukaan laut. Tanahnya subur, penduduk didaerah itu memang pernah melihat orang asing sebelumnya ketika Dr.W.Cator menjelajahi daerah Paniai. Karena itu mereka tidak sama sekali memusuhi utusan C&MA itu. Malahan mereka bersikap terbuka dan menerima apa yang disampaikan oleh hamba Tuhan itu. Ada sebutan suku Kapauku yang kemudian dikenal dengan nama EKARI, EKAGI, namun tidak benar sebutannya. Tetapi lebih positif sebutan mereka adalah “MEE” yang berarti “MANUSIA”.

Orang-orang Kalimantan ikut membantu Pelayanan di New Guinea/ Irian Jaya

          Deibler melaporkan betapa sulitnya transportasi di daerah Paniai kepada Jaffray di Makasar, kemudian Jaffray meminta Izin kepada pemerintah setempat untuk menggunakan pesawat terbang ke New Guinea pada saat itu. Jaffray segera menghubungi Pdt .Fisk di Bulungan, Kalimantan Timur yang meminta agar ia mengirim orang-orang untuk membantu membuka pelayanan di daerah Paniai. Akhirnya 20 orang dikirim melalui Makasar ke New Guinea.
          Dalam kebaktian pengutusan penginjilan atau pengutusan di Kemah Injil Makasar mereka bersaksi tentang iman mereka. Orang-orang yang hadir pada waktu itu terharu mendangar kesaksian orang-orang yang belum lama menjadi Kristen ini. Mereka memuji-muji Tuhan dengan lagu-lagu Sali Kalimantan dan dengan rela mereka bersedia diutus ke tempat yang jauh untuk membantu pelayanan penginjilan. Dari sana mereka berusaha mencari jalan dengan mempelajari peta yang sudah dibuat, menuju kepedalaman New Guinea untuk mencapai orang-orang yang hidup seperti pada zaman batu itu. Tetapi Jaffray tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang dikasihi Allah, dan bahwa Yesus Kristus juga telah mati bagi mereka. Jaffray sangat tertarik untuk melayani di antara suku-suku ini.


Siswa-siswa Sekolah Alkitab Makasar ber KKL di daerah Suku Mee

          Rombongan dari Kalimantan ini, bersama-sama dengan Deibler, W.Post dan tiga orang siswa SAM, P. Patipelohy berasal dari Ambon, Poltak Saragih berasal dari Tapanuli, dan Paja berasal dari Kalimantan Timur, bersama dengan 20 orang Kristen mereka meninggalkan Makasar pada tanggal 5 Mei 1939 dengan menumpang kapal motor Albatros/Pamolhout melalui Ambon menuju pantai selatan New Guinea dan mendarat di Uta dengan maksud untuk memenangkan Tanah Mee atau suku Mee yang baru diintai oleh Deibler. Pada waktu itu pemerintah Belanda juga merestujui usaha mereka. Beberapa orang dari Gerakan Katolik Roma juga datang kedaerah Paniai pada waktu itu, setelah tiba di Uta dua/tiga hari kemudian mereka berjalan kaki ke pedalaman. Para utusan Injil bergabung dengan ekspedisi pemerintah Hindia Belanda yang dipimpin oleh Dr. J, Bruyn, seorang Kontroleur Belanda. Rombongan besar tersebut mengadakan perjalanan menembus hutan belantara dan pegunungan terjal menuju danau-danau Wissel.


Gambar 13
Tenaga Penginjil Sekolah Alkitab Makasar beserta Mr Deibler dan Mrs .Post

Tanggal 19 April 1939 mereka bertemu dengan Pdt. Deibler di sungai Yawei dekat Danau Paniai. Keesokan harinya tanggal 20 April 1939 mereka berhasil tiba di Enarotali dan bergabung dengan Debler dan Post. Rombongan dari Gereja Katolik tiba di Paniai (Enarotali) pada tanggal 20 April 1939. Begitu tiba mereka membuat perahu yang mau menyeberang danau yang besar itu. Pada waktu yang bersamaan juga mereka membangun pondok sebagai pangkalan di bagian tenggara Danau Paniai, setelah itu hama-hamba Tuhan ini mulai berinteraksi dengan penduduk/masyarakat paniai suku Mee. Kemudian kurang lebih tiga bulan mereka mempelajari tentang budaya dan adat istiadat, cara pendekatan kepada masyarakat, bagaimana cara masak, makan, tidur, kerja dan bagaimana cara menerima orang lain yang datang dari daerah lain. 

Pos-Pos PI mulai di buka di Enarotali

Gambar 14
Pdt. Mickaelson saat membuka Pos PI di Kampung Uwamani Klasis Enarotali

Pada tanggal 5 Desember 1939 bersama dengan Pdt. W.P.Post, Pdt. Deibler bersama-sama dengan dua orang Kalimantan berangkat dari Enarotali ke Wemuka, sebuah kampung kecil yang terletak ditempat yang tinggi sehingga mereka dapat memandang kebawah untuk melihat pondok-pondok sekspedisi Belanda tempat tinggal Debler dan Post.  Dengan bantuan orang-orang kampung ini mereka mendirikan sebuah pondok yang dindingnya terbuat dari bamboo sebagai tempat tinggal Deibler. Dalam bulan Desember mereka membuka beberapa Pos antara lain :
Ø  Kampung Enarotali
Ø  Kampung Uwamani
Ø  Kampung Dagoutopugaida
Ø  Kampung Okago
Ø  Kampung Tugu Timo dekat dengan kampung Ukadeya, kampungnya karel Gobay
Ø  Kampung Bekobutu
Ø  Kampung Mogoya Paniai barat.
          Pada tanggal 10 Desember 1939 semua orang Kristen dari Kalimantan yang ikut bersama-sama dengan pengutusan Injil dari Makasar meninggalkan Danau-danau Wissel menuju ke Makasar dan terus pulang ke Kalimantan dan tidak kembali lagi.

Gambar 15
Suku Kapauku (Mee) saat mendengarkan Injil

          Tanggal 15 Desember 1939 mereka menggerahkan sebanyak 50 orang Mee untuk ikut bersama-sama membawa orang dari Orayatei (Uta) samapai ke pangkalan dekat Danau Paniai dikampung Enarotali setelah 12 hari tanggal 27 Desember 1939 terjadilah peristiwa gempa bumi di Enarotali, sementara itu di Makasar Jeffray menulis surat izin untuk memakai pesawat terbang yang sudah lama mereka nantikan itu demikian (bulan 1940). Akhirnya permohonan di setujui. Kemudian pada tanggal 2 Februari 1940 Pdt.W.Post dan Deibler berangkat ke Uta untuk mennnjemput isteri-isteri mereka.
D.      PENYIARAN INJIL DI PEGUNUNGAN TENGAH PAPUA


Perjalanan Pekabaran Injil di Lembah Kemandoga
(Suku Moni – Wolani)

Gambar 16
Tuan dan Nyonya J.V.de Bruyn

Kontak dengan suku-suku lain tahun 1939-1940. Pada bulan oktober 1939, Deibler bersama 3 orang Kalimantan pembawa barang bergabung dengan sekelompok polisi untuk berjalan melintasi ke lembah Kamandoga yang baru ditemukan oleh tim ekspedisi pemerintah 8 bulan sebelumnya. Penduduk Kemandoga ini disebut suku “Sunggunu” (Kemudian diganti menjadi suku Moni). Jumlah mereka ketika itu kira-kira 20.000 (dua puluh ribu) orang. Pada tahun 1941-1943 Pdt. E. Michkelson membuka pelayanan di lembah Kemandoga daerah Moni (daerah Homeyo sekarang) atas persetujuan dari Dr. J.V. de Bruyn, asisten residen Belanda di Enarotali. Tepat pada tanggal 18 April 1942 mereka berusaha mendirikan sebuah pondok dan mulai bercocok tanam, setelah mendengar orang Moni tidak menjual makanan kepada mereka. Mereka mulai bercocok tanam dan belajar bahasa Moni. Di tahun itu juga Kuasa Tuhan juga terjadi di tanah Moni karena orang-orang Moni tertarik. Pada tanggal 12 Agustus 1939 utusan C&MA melaksanakan pelayanan sampai dengan tahun 1943 sebelum pecah perang dunia ke II (dua).

Gambar 17
Pdt. Michkelson beserta beberapa pemuda suku Mee dalam perjalanannya menuju lembah Kemandoga, mereka sedang beristirahat diperjalanannya (1968)

Selama 4 (empat) tahun mereka memberitakan Injil, membuka sekolah-sekolah memberantasan buta huruf. Di daerah Paniai akhirnya tahun 1942 sudah ada 8 (delapan) pos penginjilan dan beritakan Injil di setiap Pos ada sekolah yang dikelola dengan baik. Pada tanggal 23 Mei 1943 utusan C&MA berangkat dengan pesawat Catalina dengan milik Belanda ke Merauke karena pecah perang dunia ke II.

                                            Pesawat Catalina

Gambar 18
Pesawat Catalina yang digunakan untuk membawa para hamba Tuhan keluar dari Paniai ketika sekutu mendarat di Paniai.

Gambar 19
Pelayanan Michkelson di depan pintu rumah dengan menggunakan alat praga berupa gambar-gambar Tuhan Yesus kepada masyarakat suku Moni

          Setelah delapan bulan berada di lembah Kemandoga, Michkelson mengadakan perjalanan ke utara, ke lembah Biandoga pada bulan November 1942. Yang mendiami lembah itu ialah suku Wolani pada saat itu masih berada dalam suasana perang maka Michkelson tidak lama berada di Biandoga. Kemudian Pelayanan Penginjilan pada dua daerah besar ini di tangani lagi oleh penginjil lain dan pada saat itu Michkelson merasa bahwa apa yang tadinya tidak mungkin bagi Mickhelson ketika berkunjung kesana, kini menjadi kenyataan. Setelah Michkelson menginjili kedua lembah tadi, maka pada tanggal 17 Januari 1943 Pdt.Michkelson dan Barnadus kembali ke Paniai untuk berkumpul dengan rekan-rekan sekerja di Enarotali pada waktu itu sebagai tempat pusat penginjilan, dan lantaran kedatangan orang Jepang wktu itu.
          Kegiatan pekabaran injil diantara orang Moni diteruskan pada tahun 1949 setelah perang dunia ke II oleh Pdt. Cutts dan Pdt. Titaheleuw dan seorang suku Mee lainnya yang ikut kesana untuk menyiapkan lapangan terbang, memperlancar komunikasi dengan masyarakat, membangun rumah para utusan Injil dll, dua pos yang berhasil dibuka yang kemudian menjadi basis pelayanan terhadap orang Moni ialah; Hitadipa dan Homeyo belakangan Homeyo itu ditinggalkan dan posnya dipindahkan ke Pogapa, karena terjadi gempa mengakibatkan tanah lonsor yang menghancurkan rumah tempat tinggal para utusan Injil.
         

Gambar 20
Tiga orang Moni yang percaya setelah mendengar Injil

            Kemudian Pdt. C Troutman dan Frans Titaheluw masuk ke lembah Kemandoga yang dirintis oleh Mjchkelson pada bulan April tahun 1948, hasil dari para Missionaris akhirnya ada satu pemuda Moni yang masuk Sekolah Alkitab Enarotali pada tahun 1953. Bernama Simon Jagani, sedangkan empat pemuda lagi masuk Sekolah Alkitan Persiapan Enarotali. Nama masing-masing adalah; Dudugu Jagani, Pilipus Jagani, Pianakame dan Tahomaa.

                   Pelayanan Paniai di buka kembali 1946

                   Dalam bulan Maret 1939 kegiatan penyiaran Injil di daerah ini dimulai oleh kedua Injil tadi bersama dengan beberapa penyiaran Injil pribumi yang terdiri dari 20 orang Dayak yang memang datang ke sana untuk membantu dalam kegiatan pekabaran Injil. Tetapi kegiatan penginjilan ini berhenti karena :
          a.       Jerman menduduki Belanda sehingga kedudukan daerah jajahan Belanda seperti Neuw Guinea (Irian Jaya) ini menjadi tidak menentu.
          b.       Pecah perang dunia ke II yang membuat tentara Jepang merajalela di paniai dan sekitarnya. Sehingga kegiatan pekabaran Injil di daerah ini baru dimulai kembali dalam bulan Oktober 1949 setelah perang dunia ke II berakhir.

Gambar 21
Orang pertama suku Mee yang dibaptis (Simon Bunai)

                   Pelayanan di daerah ini dirintis berbagai pihak masing-masing; Pdt. Paksoal, Saragih, Ling, Teringan, Saliu, Unggu Rumaseb yang datang dari luar daerah Paniai. Pada tanggal 10 November tahun 1946, kebaktian pertama dilaksanakan. Michkelson berkotbah dengan guru Injil Patty menterjemahkan dengan bahasa daerah. Ada beberapa orang yang ingin mengambil keputusan untuk percaya kepada Yesus kristus. mereka yang percaya telah mengambil keputusan untuk dibaptis yakni; Simon Bunai dan empat hari kemudian Ketepa Gobai di baptis. Baptisan pertama dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 1947. Dua orang itu juga di baptis yakni; Badobeutadi Gobai dan Degamadi istri dari Simon Bunai pada tanggal 15 Juni 1947 dengan pertolongan Kuasa Tuhan, maka Injil berkembang pesat diseluruh daerah Paniai dengan berbagai bidang. membuka isolasi pos penginjilan, pendidikan Alkitab dan Yayasan YPPGI serta pelaksanaan penginjilan di bagian selatan, utara dan timur ke barat dari paniai Enarotali.


Gambar 22
Gereja pertama di suku Mee Jemaat Anthiokia Enarotali

                   Berkat pengkaderan yang diadakan. Kegiatan penyiaran kabar gembira ini kemudian dilanjutkan oleh orang Mee sendiri. Sebagaimana disebutkan secara singkat tadi, Sekolah Alkitab Enarotali – yang kemudian dipindahkan ke Kebo – memainkan peranan besar dalam penginjilan daerah-daerah baru diantara orang Mee Paniai. Pada awal tahun 1960, orang Mee dari Paniai yang telah menerima Injil dan belajar di Sekolah Alkitab Enarotali bahasa daerah dan Sekolah Alkitab Kebo bahasa Nasional membawa Injil ke seluruh pelosok Paniai untuk memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus.
         
Gambar 23
Pendeta Post dan 2 penginjil suku Mee pertama (Karel Gobay dan Zakeus Pakage) saat kembali dari pendidikan Makasar (1947)

Gambar 24
Siswa Sekolah Alkitab Tingkat Dasar Enarotali
Gambar 25
Murid Sekolah Alkitab Persiapan Enarotali angkatan pertama

Gambar 26
Penamatan Siswa Alkitab Enarotali Pertama

Gambar 27
Peserta Konferensi I Gereja KINGMI Irian Jaya di Bomou, 6 Agustus (1962)


Pekabaran Injil di antara Orang Damal, Dani Beoga
dan Ilaga

                   Suku lain yang diinjili setelah suku Moni ialah Damal dan Dani yang bermukim Ilaga, kabupaten Puncak Jaya sekarang. Sejak bulan September 1956, Orang Damal yang tinggal di Beoga atau Ilaga pun mulai mendengar Injil. Kelompok suku yang pertama menerima Injil di tempat ini ialah orang Damal. Dalam bulan Maret dan April 1957 ratusan orang Damal secara kelompok bertobat dan menerima Injil. Dalam bulan Desember 1958 orang Dani secara kelompok menyatakan tekatnya untuk menerima Injil. Keberhasilan ini terjadi karena pelayanan dan pengorbanan banyak pihak; Pdt. Jhon Elemberger, Larson dan Gibbons dari C&MA dan beberapa orang Mee yang datang untuk bergandengan tangan dalam penyiaran Injil sambil menjalankan transaksi dagang.




Gambar 28
Dua Kepala suku dari suku Damal (Foto oleh Gorgon Larson)
                       

                   Selain mereka juga, putrid orang Damal seperti kepala suku orang Damal dan juga Moses Kilangin serta Opalak kepala suku orang Dani dari Ilaga memainkan peranan masing-masing dalam mengkristenkan masyarakat kedua suku tadi. Dalam bulan Maret dan April 1957 ratusan orang damal dan Dani secara kelompok bertobat dan menerima Injil. Untuk meningkatkan pelayanan penginjilan dalam dua daerah, maka telah dibuka Sekolah saksi di Ilaga, tujuannya ialah mengajar mereka kebenaran Allah tentang : Penciptaan baru, 10 perintah Tuhan, Kelahiran, Kematian, Kebangkitan, Kenaikan dan Kedatangan dan lain-lain. Sekolah ini kemudian ditingkatkan menjadi Sekolah Alkitab Ilaga dan Beoga untuk memenuhi kebutuhan pewarta Injil di antara kedua suku tadi.

Gambar 29
Jembatan sederhana di Ilaga Valley menjadi saksi perjalanan Missionaris (Foto oleh Gorgon Larson)
Gambar 30
E. Michkelson didampingi dua kepala suku dari Ilaga
(Foto oleh Gorgon Larson)
Gambar 31
Kondisi Lapangan terbang Ilaga tahun 1950-an
(Foto oleh Gorgon Larson)

Penyiaran Injil di antara Orang Amungme dan Timika
         
                   Dari Ilaga orang Damal membawa Injil Kristus ke daerah pemukiman orang Amungme yang tinggal di bagian selatan Puncak Jaya. Daerah-daerah yang berhasil di Injili ialah; Tsinga, Waa, dan Banti dan terus ke Timika. Salah satu tokoh Gereja orang Damal yang menyerahkan dirinya untuk menyiarkan Injil diantara orang Amungme tadi ialah Elimelek Kiwak. Setelah mengambil keputusan untuk menjadi orang Kristen dalam pertengahan tahun 1950-an di Beoga, Elimelek pergi ke bagian selatan Puncak jaya; untuk mewujudkan tekad menyiarkan Injil. Ia menyiarkan Injil tidak hanya diantara orang Amungme tadi tetapi orang Kamoro yang tinggal di Timika dan sekitarnya.
                    Pelayanan di kota Timika kemudian dirintis dan dikembangkan oleh beberapa penyiar Injil. Salah satunya ialah: Ishak Onowame tahun 1982. Dalam tahun 1984, penginjilan Onowame tadi pergi ke Fak-fak untuk melanjutkan pendidikan di PGAK di sana. Kerena itu pelayanan Timika di lanjutkan oleh Pdt. Noakh Nawipa sambil melayani Jemaat Kingmi Kalvari Tembagapura. Karena kesibukan pelayanan pada waktu itu, maka Edison Murib di tempatkan di Timika kemudian hamba Tuhan itu diterima karyawan PT.Freeport, maka Melianus Adii yang meneruskan sebagai tenaga KKL dari STT Jaffray Ujung Pandang. Dari situ beberapa jemaat dibuka termasuk pelayanan termasuk transmigran di sekitar Timika.

Penyiaran Injil di Jila

          Penyiaran Injil di Jila dilakukan atas inisiatif orang Jila sendiri. Dua orang Jila pergi ke Ilaga untuk meminta penyiar Injil, yakni; Kogoliak Dolame dan Eolengdelon Kiwak. Mereka telah mendengar berita tentang keterbukaan orang Ilaga terhadap pemberitaan berita gembira. Langkah mereka ini didasari ketakutan karena banyak orang Jila yang telah mererima agama Katolik yang katanya meninggal dunia dan mereka dipindahkan dari daerah Jila ke Akimuga.
          Kedua tokoh ini adalah wakil dari orang Jila yang tidak mau pindah ke Akimuga dan juga tidak mau menerima utusan Injil Katolik. Karena itu kedua tokoh masyarakat tadi berangkat ke Ilaga. Pihak penyiar Injil pada gilirannya bersedia pergi dan kedua orang Jila disuruh kembali untuk mengadahkan persiapan untuk menyambut rombongan penyiaran Injil yang akan datang ke sana; Mengambil dua hamba Tuhan. Mereka mendengan Injil dengan keterbukaan hati mereka. Dalam tahun 1962 ratusan orang bertobat, sehingga untuk memperdalam pemahaman mereka tentang Injil, maka pada waktu itu dibuka dua Sekolah saksi di dua tempat.

Pekabaran Injil di Lembah Balim

          Orang Lembah balim mulai mendengar Injil yang di sampaikan oleh beberapa orang utusan Injil C&MA dan beberapa orang Mee yang datang ke Lembah balim pada tanggal 20 April 1954. Pilot Al Lewis Instruktur pilot untuk angkatan udara asal Canada untuk perang dunia kedua, merelahkan diri untuk datang dan memilih pesawat “Ampibi Sealand” nama pesawat itu ialah Gospel Messenger yang dibuat dari Irlandia. Orang Kristen di Amerika diminta mengumpulkan uang untuk membeli pesawat tersebut dan banyak orang menolong. Ibu Supper, seorang janda di negeri Kalifornia sudah simpan 800 dolar untuk operasi mata tetapi waktu ia mendengar mengenai keperluan itu, ia berkata; “Lebih penting di lembah balim melihat terang dunia dari pada saya melihat baik lagi” dan memasukan semuanya.

Gambar 32
Para Pilot yang membawa pesawat”Gospel Mesengger” dari Irlandia ke Irian Jaya

Pilot Lewis menerbangkan pesawat dari Irlandia ke Sentani, tiba tanggal 12 Juni 1954 semua disediakan di sentani dan penerbangan direncanakan pada bulan Maret tetapi Pdt.Michkelson jatuh sakit hingga rencana ditunda 20 April 1954. Tepat pada tanggal 20 April 1954 pilot Lewis mendarat di permukaan air kali balim di Minimo. Bersama dengan Copilot, Pdt. Michkelson, Pdt.L.Loyd Van stone dan Bapak Gembala Elisa Gobay dengan isterinya Ruth dan anak kecil Dorkas. Keesokkan harinya tanggal 21 April 1954 Myron Bromly bersama Andrian Rumbekwan pembantu dari Wandamen, Topituma Gobai, dan beberapa sukarelawan dari Jemaat Uwamani Paniai Timur berangkat dari Sentani dengan pesawat dan mereka tiba di Minimo dengan selamat.

Gambar 33
Pesawat “Gospel Messenger” mendarat pertama di Kali Balim di Wamena dengan para Missi bersama Elisa Gobay

Beberapa hari kemudian, rombongan sukarelawan dari jemaat Uwamani tiba di lembah Balim yang berjumlah 8 orang laki-laki :
Ø  Topituma Gobai
Ø  Tobinokebo Gobai
Ø  Umagibui Kayame
Ø  Yegetotaka Gobai
Ø  Topikebo Gobai
Ø  Uwobui Gobai
Ø  Kopopiya Yeimo
Ø  Mebeukebo Gobai
          Pada tanggal 28 April 1955 AL Lewis menuju ke Lembah balim. Pesawat tidak sampai dan kecelakaan di gunung, baru ditemukan satu bulan kemudian. Sebelumnya dia datang ke lembah ini, AL Lewis telah bersaksi, saya tidak tahu harganya memasuki Lembah balim, tetapi saya bersedia bayar harga itu. Memang ia membayar harga dengan pengorbanannya. Pemberitaan Injil di lembah balim tidak terjadi secara cepat, memang pada awalnya orang lembah menolak Injil bertahun-tahun, tetapi bertahap. Baru akhir 1970 an orang Dani di lembah balim mulai menerima kabar gembira ini. Dalam periode ini; Tulem, Pugima, Ibele, dan Hitadipa di buka. Dalam periode berikutnya bertambah tenaga penginjil baik utusan dari C&MA, hamba-hama Tuhan di Lembah balim dengan diluar dari lembah ini bersama-sama dapat menjangkau seluruh Jayawijaya dengan Injil.
          Beberapa orang penginjil dari pulau karang Biak dan orang Mee dari Paniai; seperti Anton Ukago, Pelix Giay, Stefanus Pekey dll. Pelayanan mereka ini dapat dilihat sebagai penabur benih-benih Firman. Kemudian kegiatan penyiaran Injil dilanjutkan oleh orang lembah balim sendiri dibantu oleh orang Dani barat yang telah menyelesaikan Sekolah Alkitab di Pyramid. Belakangan sebuah Sekolah Alkitab dibuka di Hetikima untuk memenuhi kebutuhan gembala dan penginjil di daerahlembah balim. Sekolah ini kemudian dikembangkan menjadi Sekolah Theologi Bahasa Indonesia yang berkedudukan Wamena di Sinakma.

Gambar 34
Elisa dan Rut Gobay
Penginjil pribumi yang melayani suku Dani di Lembah Baliem

Gambar 35
Pesawat MAF yang jatuh dikampung Paseima dengan 4 orang penumpang, 1 orang penumpang 2 orang pegawai WIFA batu Malang 1 orang Pdt. Maxcy dan 1 orang Pdt. Yosia Tebay (1978)


          Dari lembah balim Injil keluar ke bagian selatan tahun 1957, yang pertama di Injili di Seima tempat yang disebut keramat oleh orang Dani pada umumnya. Karena manusia pertama keluar dari Gua di Seima itu menurut kepercayaan mereka. Kemudian Injil terus disebarkan ke Tangma. Dari situ Injil diterima oleh beberapa tokoh masyarakat seperti; Selanuok, Aligat Hesegem, Henogoluk Yelemaken, dll. Dari Tangma Injil tadi diteruskan ke beberapa tempat seperti; Kulaken, Wulik, Amisiagidan Uweuma dalam tahun 1964 oleh beberapa orang kepala suku yang telah disebut tadi. Dari Tangma juga Injil disebarkam ke Silimo dan orang Tangma tadi yang mempunyai hubungan keluarga. Pos berikutnya yang dibuka ialah di Paseima pada tahun 1967 oleh Pdt. Bromly bersama-sama seorang petugas gereja yang bernama Petrus Hesegem. Belakangan ini Pdt. Yosep Yelemaken di tunjuk sebagai penginjil keliling yang sangat aktif mengunjungi daerah-daerah ini untuk membuka jemaat-jemaat baru, memberi dorongan mental dan spiritual bagi penginjil yang ditugaskan untuk menginjili daerah-daerah yang terpencil.

Gambar 36
James Sunda bersama kepala suku Sirlo Doga dari balim tengah. Foto oleh Deloris Sunda

Gambar 37
Seorang Ibu dari Tangma sedang belajar membaca bersama anaknya. Foto oleh. Dr.Myron Bromly, Tahun1956

Gambar 38
Orang pertama yang datang melihat Pesawat dan penumpang didalamnya. Foto oleh James Sunda

Gambar 39
Situasi Sungai Balim setelah pesawat mendarat dan masyarakat keluar dari hutan untuk melihat benda asing yang baru mendarat di sungai. Foto oleh James Sunda.

Gambar 40
Kedua belas Orang ini adalah Penamat pertama dari Sekolah Saksi di Hitikima. Putra asli Balim mulai disiapkan menjadi saksi bagi Kristus untuk daerah-daerah yang belum terjangkau waktu itu. Foto oleh Dr. Myron Bromly



Penyiaran Injil di antara Orang Dani barat

                        Penyiaran Injil di antara orang Dani Barat. Dalam bulan Desember 1959, Yamboneb, seorang dari Tobanapme, Kecamatan Maki, pergi ke Ilaga untuk melihat sendiri pengalaman pertobatan orang-orang Damal dan Dani dari Ilaga tadi. Ia kembali membawa kabar gembira, lalu menyampaikan kepada orang-orang Maki dan Pyramid. Dalam bulan Februari 1960 lima orang sekolah Alkitab Ilaga dan Pdt. Larson datang dan berkotbah di Pyramid. Tetapi tanggal 13-14 Februari 1960 sebagai tanggapannya, kurang lebih 800 orang Dani bertobat dan menerima Injil Yesus Kristus. Para Penyiar Injil, Pdt. James Sunda dan bersama penyiar Injil yang lain membuka sebuah sekolah Alkitab di Pyramid dalam bulan Januari 1963. Penamat dari sekolah Alkitab ini kemudian mengambil tugas pengembalaan di jemaat-jemaat yang baru dibuka dan penginjilan bagi daerah-daerah baru di seluruh Jayawijaya yang belum terima Injil.

Gambar 41
Laber Wandikbo sedang berkhotbah di Pos Pyramid. Foto oleh James Sunda, 1959

Gambar 42
James Sunda bersama beberapa kepala suku Walak di Lembah Pyramid Foto oleh James Sunda, 1962

Gambar 43
Kepala Suku Pagoma Tabuni dari Pyramid Foto oleh James Sunda tahun 1960

Gambar 44
Kepala suku Aikmbuk Korlago dari Pyramid Foto oleh James Sunda tahun 1960

Gambar 45
Nggililuaok Kilungga, Kepala Suku dari Pyramid Foto oleh James Sunda tahun 1962

Gambar 46
Lapangan terbang di Pos Pyramid, sedang dibangun oleh Misi C&MA yang dipimpin oleh Pagoma Tabuni Foto oleh James Sunda tahun 1960


Gambar 47
Kepala suku Eyakdek Tabuni. May 1964, pada saat pernikahan secara Kristiani yang pertama di Pyramid antara Petrus Wandikbo dengan Ewelekwe Tabuni serta Kenen Komba dengan Komanggwe Tabuni. Foto oleh Dr,Myron Bromley


Gambar 48
Tiga orang Pemuda dari Pos Pyramid
 Foto oleh James Sunda tahun 1960



          Setelah rombongan Penginjil C&MA pindah lokasi pos Pyramid dan dibuka lapangan terbang, diantaranya; Myron Bromley, Michkelson, Tuan Jan, Anderson, James Sunda, Bozeman. Setalah dibuka lapangan terbang Pyramid (1955) kemudian Missi C&MA lain tugas di Pos-pos baru lainnya seperti; Anderson Pos Ibele, Maxey Pos Tulem, Karecesky Pos Hetikima, DR.Myron Bromly Pos Tangma yang tinggal tetap Pyramid adalah kel. James dan Deloria Sunda, dan Kel Bozeman hingga pensiun, kel Bozeman lebih dahulu pulang ke Negara asalnya karena alasan sakit keras sementara Kel James Sunda Pindah Ke Negaranya karena masa tugasnya selesai memasuki Pensiun (1955-1993).

Pekabaran Injil di daerah Sinak, Turumo, dan Doufo

          Dari Ilaga kabar gembira dibawah ke Sinak dalam bulan Desember 1958 dan manusia lembah Sinak dalam bulan Januari 1959. Beberapa utusan Injil yang pertama datang kesana ialah; Steiglitz utusan Injil C&MA, didampingi dua orang Dani dan orang Mee dari Paniai yang telah menerima kabar gembira. Masyarakat Sinakpun terbuka menerima Injil. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga penyiar Injil disitupun merintis sebuah Sekolah Alkitab/ persedian di Sinak. Mereka yang telah mampu menerima pelajaran rohani, ada yang dikirim kembali untuk menjalankan tugas penyiaran Injil di daerah baik sebagai gembala jemaat maupun penginjil sebagai membuka daerah-daerah baru. Dengan adanya lulusan sekolah Alkitab ini, Gereja didaerah Sinak ini telah berhasil menginjili di daerah-daerah disekitar termasuk daerah pantai utara seperti; Turumo, Roffaer dll. Karena Gereja Kingmi Sinak yang menerima kabar Gembira, kemudian mengutus pewarta Injil untuk pergi memberitakan Injil di Turumo dan Doufo
          Belakangan ini, sebelum pewarta Injil ini ditugaskan mereka di kader lebih dahulu oleh pimpinan gereja. Salah satu contoh kegiatan pembekalan bagi kader petugas gereja ini dilakukan oleh Pdt. Zakarias Tabuni dalam bulan Mei 1990. Dalam bulan Juni 1992, dilaporkan bahwa banyak orang di daerah tersebut, penyiaran kabar baik ini percaya dan menyerahkan dirinya untuk dibaptis.

Penyiran Injil di daerah Mapenduma (Suku Nduga)

                   Permulaan pelayanan penginjilan di lembah Mapenduma dan sekitarnya dimulai pada 2 April 1961. Pelayanan dirintis oleh Utusan Misi C&MA Pdt. Andarian Vandel Byykel dan beberapa hamba Tuhan dari pribumi orang Papua mereka mempersiapkan diri untuk membawa di lembah Mapenduma. Tantangan besar yang mereka hadapi cuaca dan medan yang sangat berat, oleh karena mereka harus mendaki gunung-gunung yang ditutupi awan dank abut serta hujan yang terus turun terus menerus, melewati lembah-lembah serta meyeberangi sungai-sungai yang deras.
                   Setelah mereka sudah tiba di Mapenduma mereka membuka Pos PI. Pada waktu itu Gereja Kingmi sangat membutuhkan tenaga Hamba Tuhan, kebtuhan ini telah dijawab oleh Allah sehingga beberapa Hamba Tuhan yang berasal dari Hitadipa, Beoga, Ilaga, Wamena datang dan melayani di lembah Mapenduma, Jila, Akimuka, dan sekitarnya. Sehingga orang Nduga secara serentak bertobat dan menerima Injil. Pada awal tahun 1962 Pdt Vander Bijl yang tiba di sana heran , karena disana ada orang Kristen yang mau di Baptis. Sejak awal sebuah Sekolah Alkitan yang di buka di Mapenduma untuk memenuhi kebutuhan pewarta Injil di daerah pemukiman orang Nduga yang luas itu. Dan penyiaran Injil di seluruh daerah itu dilaksanakan oleh penamat-penamat dari Sekolah Alkitab ini.

Gambar 49
Masyarakat Mapenduma membangun Landasan pesawat MAF untuk memperlancar hubungan dalam perkembangan penginjilan di Mapenduma dan daerah sekitarnya.



E.      PENYIARAN INJIL DI PESISIR PANTAI PAPUA
         
Pekabaran Injil di Jayapura dan sekitarnya
         
                   Peranan jemaat-jemaat ini secara khusus kami sajikan karena kedudukan yang strategis dalam arti menjadi baris kegiatan untuk membuka Jemaat diseluruh daerah Pantai utara dan selatan yakni Merauke dan sekitarnya dengan dukungan dana dan kegiatan pekabaran Injil di antara transmigran yang ditempatkan di Arso. Seluruh jemaat Kingmi di daerah pantai dimulai dengan orang-orang Mee yang telah dipindahkan ke kota-kota untuk mencari pekerjaan dan pendidikan. Ini yang terjadi di sentani dengan Jemaat Ebenhezer sentani, Rehobot Jayapura, Kalvari Tasangkapura, Fak-fak, Sorong, dan Manokwari, Biak, Nabire, dll. Belakangan ini orang Dani pun melakukan hal yang sama.

Gambar 50
Pdt. Ch.D. Paksoal bersama Isterinya

Pekabaran Injil terus berkembang dan bawah ke daerah Pantai Jayapura dan sekitarnya, sehingga beberapa Pos PI di buka yakni; Pos 7 Sentani mulai di buka pada tahun 1953 dirintis oleh Pdt. Michkelson. Jemaat Rebhobot dirintis oleh Pdt. Ch.D.Paksoal tahun 1960-an, Jemaat Bethesda Abepura dirintis oleh Pdt. Selan pada tahun 1970, Jemaat Moria kota raja dirintis oleh Willem Tuling pada tahun 1986, jemaat-jemaat ini menjadi penyokong setia dalam kegiatan pekabaran Injil di seluruh pesisir daerah Irian Jaya, Hasilnya aialah:
Ø  Terbentuknya jemaat-jemaat baru di sekitar Jayapura
Ø  Lembaga Pendidikan Teologi Sekolah Alkitab Ruland Lesnuda
Ø  Tetapi juga dukungan dana, penginjilan ke daerah luar Jayapura seperti; Sarmi, Tor atas, Pantai barat, Fak-fak, Sorong, Biak, Merauke, dan Manokwari.
Ø  Selain itu beban mereka untuk mengadakan pelayanan terhadap Transmigrasi di sekitar Jayapura
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga penginjil didaerah pantai utara dan selatan Irian Jaya maka sekolah Alkitab Luland Lesnusa Jayapura dibuka dalam bulam Januari 1972. Lama pendidikannya tiga tahun. Sekolah ini awalnya digunakan gereja Rehobot Dok 7 Jayapura. Kemudian sekolah ini dipindahkan ke Abepura dalam bulan januari 1975 Kantor Klasis pantai. Tahun 1989, Sekolah ini dipindahkan ke kampung Harapan sentani. Kemudian sekolah ini dikembangkan menjadi Sekolah Tinggi Luland Lesnusa di Sentani.

Penyiaran Injil di daerah Senggi

          Dari Jayapura Injil diberikan ke daerah Senggi, daerah yang berbatasan dengan Negara tetangga (PNG). Jemaaat-jemaat di Jayapura mempunyai rasa terbeban untuk menyokong kegiatan pemberitaan Injil di daerah Senggi. Seorang penginjil yang merintis kegiatan penyiaran Injil di Senggi ialah Mons Demimetouw. Ia mulai membuka jemaat di kota kecamatan Senggi dalam tahun 1977. Selain bertugas sebagai gembala sidang, penginjil Mons mulai menjangkau daerah-daerah baru dan berhasil membuka Jemaat-jemaat baru di Dubu, Usku dan Simeni.

Penyiaran Injil di Tor Atas dan Sarni

          Pelayanan di sekitar Sarni dirintis oleh Penginjil Lukas Maniagasi dan penginjil Kaleb Karubaba yang ditugaskan oleh Klasis pantai sebagai siswa praktek dari sekolah Alkitab Ruland Lesnusa. Namun tidak teruskan bagi pelayanan itu, karena ada tantangan yang terjadi disana, yaitu mendapat perlawanan dari pihak lembaga gereja yang telah ada disitu. Beberapa waktu kemudian Penginjil Karol Maniani membuka kembali Jemaat ini pada tanggal 16 Juni 1976 dengan 8 orang anak sekolah minggu yang berasal dari Samarkena. Dari tempat yang baru inilah kegiatan penginjilan dilancarkan keseluruh daerah pantai barat seperti; Takar, beraf Arbais, Murara, Karfasis dll.

Penyiaran Injil di Pantai Barat

          Kegiatan penyiaran Injil di Pantai Barat dirintis oleh Pdt. Zebelon Karubaba sejak bulan Juli 1976. Pos pelayanan Injil pertama dibuka di Samarkena, kurang lebih dua hari berjalan kaki ke pedalaman. Pelayanan di Samarkena berlangsung selama dua tahun 1976-1978. Lalu tahun 1979 setelah pelayanan di tempat itu, Pdt. Z.Karubaba membuka jemaat baru di Arbais, Ibu kota kecamatan pantai barat, karena dinilai sangat strategis. Daerah sekitar Arabais mulai diinjili antara tahun 1976-1978.

Gambar 51
Pdt. Zebelon Karubaba MA. Penginjil pertama perintis di Pantai barat Papua. foto tahun 2010



Penyiaran Injil di Tor atas dan Sarmi

          Pewartaan Injil di Tor atas dirintis oleh Lukas Maniagasi tahun 1976. Ia baru selesai sekolah Alkitab Ruland Lenussa Abepura. Daerah pertama yang diinjili ialah mandir, tempat kediaman suku mander yang sangat berpengaruh di antara suku-suku yang lain yang ada disana. Daerah lain juga dibuka disekitar itu, seperti daerah bora-bora, terus turun lagi ke Daranto, Waaf, Togonfo, Samanente, Tenwer, Danken lalu turun ke kwepke dan berakhir disitu. Dari Kwepke penginjil Lukas terus-terus ke Sarmi merintis pos kota Sarmi bersama keluarga Runtoboy, pegawai kantor kecamatan Sarmi. Pelayanan tadi dilaksanakan pada tahun 1976-1980.

Merintis Pelayanan di Fak-fak dan Manokwari

          Dalam rangka memperluas jangkauan pelayanan maka dalam bulan juli 1986, Pdt. Karol Maniani sebagai Ketua Klasis Pantai bersama Pdt. Pilemon Indekray membuka pos penyiaran Injil di Fak-fak. Penginjil Herman Yaru ditempatkan disana sebagai Gembala seidangnya yang pertama. Karena Hamba Tuhan itu sakit ditarik ke Jayapura dan tempatkan gembala siding lainnya. Pdt. Pilemon dan Pdt. Maniani membuka pos PI di Manokwari. Untuk sementara waktu jemaat ini dipercayakan kepada Gereja Protestan Kristen Alkitab Indonesia. Dewasa ini, Jemaat itu telah menjadi jemaat Kingmi kota, yang digembakan oleh Pdt. Akwila Morin.



Pembukaan Pos-Pos Penginjilan oleh Misi C&MA di Tanah Papua Tahun 1938-1982

Tabel 12. Pembukaan Pos-Pos PI oleh C&MA
No
Nama Pos
Nama Missi
Tahun
1
Enarotali
Wissel
1936
2
Enarotali
Walter Post
1938
3
Enarotali
Russel Deibler
1938
4
Enarotali
Ken and Vida Troutman
1952
5
Enarotali
Michkelson & Ake (Perintis C&MA)
1942
6
Enarotali
Jhon & Joy Cutto (Mantan Ketua C&MA)
1942
7
Kebo

1962
8
Hitadipa
Jhon & Joy Cutto (Mantan Ketua C&MA)
1960
9
Tage

942
10
Sentani
David and Carolyn Eckman
1952
11
Hetigima
Benny Karecesky
1954
12
Pyramid
Michkelson dan Ake (Perintis C&MA)
1955
13
Pyramid
James & Deloria Sunda
1956
14
Wosi

Tagi
James & Deloria Sunda
1965

1963
15
Ilaga
Donand and Alice Gibbons
1956
16
Tulem dan
Silimo
Ed&Sherley Maxey
1957
1963
17
Ibele dan Pasema
Anderson
1958
1971
18
Pugima
Virg and Bonic Adams
1958
19
Pogapa

1958
20
Tigi

1960
21
Beoga
Bill and Gracie Cutts
1960
22
Hitadipa
Michkelson & Ake (Perintis C&MA)
1960
23
Sinak
Jhon and Betty Wilson
1960
24
Sinakma/Wamena
Bozeman
1960
25
Jila/Nduga
Andrian and Mijo Vander Bil
1961
26
Enarotali
Myron and Marj Bromly
1957
27
Jayapura
Ed and Susan Bernard (Guru Teologi Jayapura)
1962
28
Jayapura
Ted and Judith Heglund (Ad. Kantor)
1975
29
Abepura
Ted and Judith Heglund (Ad. Kantor)
1975
30
Nabire
Yosia Tebai
1977
31
Timika
Penginjil Pribumi
1978
32
Bugalaga

1981
33
Jayapura
Pat and Arduce Worsly (Mantan ketua C&MA)


Keterangan : Pembukaan Pos-pos, data dipeloreh dari Kalender Misi C&MA Tahun 2011












Daftar Pustaka

Bertus Tabuni, ST, Msi. (2012) Kebenaran Menembus Akar Rumput di Tanah Papua Penerbit Onderwerek Publishing, Jln. Baru plafow Sentani-Jayapura Papua.
Ev. Petrus Badokapa, S.Th. (2010) Nikayatawi Yine dan Karyanya di Mouwauto (1938-1939) SIKRIPSI-STT WP.
James Sunda, (2012), Church Growth in the Center Hightlands of Papua. Penerbit Onderwerek Publishing, Jln. Baru plafow Sentani-Papua.
Yosia Tebay, S.Th.MA, (2010) Sejarah Gereja Kingmi di Tanah Papua (1938-2007). Penerbit Deiyai. Jln. Nafri No. 2 Kamkey Abepura Jayapura.
Hasil Wawancara dengan Pelaku-pelaku Sejarah.
Pdt. Zebelon Edowai, SmTh. Ketua Sekolah Teologi WP di Moanemani
Pdt. Petrus Pinibo; Penginjil Klasis Pintu Injil masuk di Wagaamo
Pdt. Korneles Pekey; Ketua Klasis Pintu Injil masuk di Wagaamo.
Ev. Petrus Badokapa, S.Th. Gembala Sidang Pos PI Zaitun Klasis Kota Jayapura.
Bpk. Yesaya Badokapa; Intelektual Distrik Kapiraya
Bpk Yehuda Badokapa; Kepala Suku Distrik Kapiraya Kab. Deiyai.